Kamis, 05 Desember 2013

Menampilkan Diri Sebagai Seorang Muslim Adalah Dakwah



Di antara ciri utama berdakwah  tidak saja mengamalkan ajaranNya dan menjauhi segala yang dilarang melainkan lebih dari itu menampilkan diri sebagai seorang Muslim di manapun ia berada.  Allah berfirman pada sebuah ayat: wa qaala innanii minal muslimiin. Dengan kata lain tidak cukup seorang mengamalkan Islam hanya dengan shalat, membayar zakat dan menjalankan haji, sementara dalam hidup sehari-harinya tidak mencerminkan Islam,
misalnya ia tidak merasa berdosa dengan mempertontonkan auratnya di mana-mana, bergandengan tangan dengan wanita bukan istrinya di depan banyak orang, melakukan kemaksiatan, kezhaliman, korupsi, judi, perzinaan dengan terang-terangan. Anehnya, dia merasa malu untuk menampilkan Islam dengan sebenar-benarnya. Ia tidak merasa bangga sebagai seorang muslim. Bahkan Islam yang dipeluk digerogoti ajarannya sedikit demi sedikit, dengan sikap memperdebatkan prinsip-prinsipnya yang sudah baku, mencari-cari dalil untuk membangun keraguan terhadap kebenaran Islam.

Seorang aktivis dakwah sejati selalu bangga dengan identitasnya sebagai seorang muslim. Ia tidak takut menampilkan Islam sebagai pribadinya. Sungguh krisis umat Islam di mana-mana kini adalah krisis keberanian untuk menampilkan wajah Islam yang sebenarnya. Islam mengajarkan kedisiplinan, kebersihan, dan akhlak mulia, tetapi umat Islam di mana-mana selalu terkesan jorok, kotor dan beringas. Islam mengajarkan kejujuran, dan ketegasan dalam menegakkan hukum, tetapi penipuan dan korupsi justru merebak di tengah masyarakat yang mayoritasnya umat Islam. Mengapa ini semua terjadi? Bukankah orang-orang non-muslim sudah sedemikian jauh menampilkan dirinya sebagai bangsa yang bersih, disiplin dan lain sebagainya?

Benar, jika kemudian saya mendengar penyataan salah seorang muallaf : “Saya masuk Islam bukan karena umat Islam, melainkan karena kebenaran Islam. Seandainya umat Islam mampu menampilkan Islam dengan sebenar-benarnya, niscaya mereka akan berbondong-bondong masuk Islam.” Bahkan ada ungkapan yang sangat terkenal dan diulang-ulang hampir dalam setiap seminar di dalam di luar negeri: al-Islam mahjuubun bil muslimiin (kebenaran Islam terhalang oleh orang-orang-orang Islam sendiri). Perhatikan realitasnya, apa yang sedang berlangsung dalam diri umat Islam di mana-mana. Ya, kalau tidak berperang di antara mereka sendiri, mereka dizhalimi oleh pemimpinnya sendiri yang mengaku muslim.
Karenanya menampilkan Islam secara jujur dalam diri sebagai pribadi, dalam rumah tangga, dalam bermasyarakat dan dalam berbangsa dan bernegara adalah sebuah keniscayaan, dan menurut ayat di atas termasuk perbuatan yang sangat baik dan mulia. Oleh sebab itu pada ayat berikutnya Allah mengajarkan agar seorang dai selalu menyadari posisinya yang sangat mulia. Jangan sampai –karena suatu saat kelak menghadapi cobaan berupa munculnya orang-orang yang menolak dakwahnya dan lain sebagainya– ia kemudian emosional. Sehingga perkataannya lepas kontrol, lalu membalas cercaan mereka dengan cercaan. Atau lebih dari itu ia kemudian putus asa, lalu menjadi lesu dan patah arang. Akibatnya dakwah yang sangat Allah muliakan, ia lalaikan begitu saja.

Tidak, tidak demikian pribadi seorang aktivis dakwah. Seorang aktivis dakwah selalu menjiwai ayat ini: walaa tastawil hasanatu walas sayyi’ah. Benar, tidak akan pernah sama antara kebaikan dan keburukan. Kata-kata dakwah tetap lebih mulia dari kata-kata pencerca. Pertahankan kata-kata yang baik itu untuk terus menghiasi lidah sang dai. Jangan sampai terpengaruh emosi para pencerca lalu ditukar menjadi cercaan pula. Karenanya Allah ajarkan konsep: idfa’ billatii hiya ahsan, balaslah dengan ucapan yang lebih baik dan dengan cara yang lebih baik. Kata ahsan juga diulang pada ayat lain: wajadilhum billatii hiya ahsan, suatu sikap yang harus selalu menghiasi pribadi seorang dai setiap saat dan di manapun ia berada, lebih-lebih saat menghadapi penolakan, cercaan dan makian. Di saat seperti itu seorang dai, harus benar-benar tampil sempurna, bijak dan tenang. Mengapa? Sebab ia membawa misi Allah Yang Maha Perkasa. Maka ia harus selalu yakin dan percaya diri dengan posisinya. Tidak usah minder apalagi rendah diri.

Bahkan pada ayat selanjutnya Allah mengajarkan agar ia selalu tampil dengan penuh persahabatan, sekalipun mereka mencerca dengan penuh permusuhan. Perhatikan bagaimana Allah mengajarkan cara berdakwah yang efektif, di mana kemudian cara ini menjadi salah satu pilar utama dalam ilmu komunikasi modern. Setelah itu Allah menegaskan bahwa untuk itu semua seorang dai tidak cukup hanya dengan bermodal semangat, melainkan lebih dari itu harus mempunyai sifat sabar dan selalu memohon kepada Allah agar mendapatkan nasib yang baik, di dunia dan di akhirat. Tanpa sifat sabar dan doa untuk memperoleh nasib yang baik, segala proses akan menjadi sia-sia. Sebab segala kemenangan tidak akan pernah dicapai tanpa pertolonganNya.


*pernah dimuat di mading kampus, eh ternyata kutipan dari dakwatuna.com. Tapi keren kog... Semoga bermanfaat ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar