Selasa, 11 Februari 2014

CH : 0 = ~ (hasil ngonsep semalaman)



CH : 0 = ~, dibaca Cinta Hakiki dibagi nol sama dengan tak terhingga. Konsep ini tercetus dan sejalan dengan kaidah ilmu hitung bahwa suatu bilangan yang dibagi ‘0’ (nol) hasilnya tidak terhitung atau memberikan hitungan tidak terhingga. Ketidak-beradaan ukuran hitung dalam simbol ‘0’ (nol) menjadi ajaib jika diposisikan sebagai pembagi bilangan lain.
Jika sebuah bilangan dibagi dengan bilangan asli (selain ‘0’),  hasilnya tentu akan memiliki nilai lebih kecil dari bilangan sebelumnya. Misalnya:
8 : 2 hasilnya 4  (empat memiliki nilai lebi kecil dari delapan)
9 :  3 hasilnya 3
6 : 6 hasilnya 1; semua bilangan yang dibagi dengan bilangan lain akan menghasilkan bilangan yang lebih kecil. Tapi tidak dengan ‘0’.
8 : 0 hasilnya...??

Dalam hitungan pembagian, ada konsep semakin kecil bilangan pembagi  akan semakin besar nilai hasilnya, contoh:
8 : 4 hasilnya  2
8:  2 hasilnya  4
8 : 1 hasilnya  8
Lalu, jika  8 : 0 berapa hasilnya...? tentunya lebih besar dari 8, tapi berapa...?

Konsep lain, adalah:
0 : 0 = n , maka  n x 0 = 0
Berapa nilai n?  Bukankah setiap bilangan yang dikali 0 hasilnya 0, maka nilai n adalah semua nilai bilangan atau tak terhingga.

Maka ilmu hitung menyatakan, pembagian bilangan nol menghasilkan sesuatu yang tak terdefinisi atau hasil yang tidak terhingga.

Ternyata konsep ini dapat kita terapkan  pada kehidupan nyata, yakni sebagai penentu ukuran cinta.  Adakalanya orang bingung menentukan bagaimana membagi cinta kepada orang tua, sahabat, teman, ataupun pasangan, sedangkan setiap orang hanya memiliki satu hati. Lantas bagaimana membagi cinta yang bersemayam dalam satu hati itu pada orang-orang disekeliling kita?
Jawabannya adalah: bagi cintamu dengan bilangan 0!
Sederhananya, membagi cinta dengan 0 adalah mencintai sepenuh-penuhnya.  Cinta dibagi nol adalah cinta yang tidak terbagi. Yakni memenuhi hati dengan cinta yang utuh sehingga tidak ada celah untuk pembagian yang lain. Jadi orientasi hati kita hanya pada cinta itu.
Apakah lalu kita tidak bisa mencintai hal yang lain?
Kembali pada konsep pembagian  nol, bahwa sesuatu yang dibagi ‘0’ akan mengasilkan hitungan tak terhingga, maka cinta dibagi ‘0’ akan menghasilkan cinta yang tak terhingga pula.
Jika konsep ini dapat teraktivasi, kita akan bisa mencintai apapun dan siapapun tanpa batas.     
Pertanyaan selanjutnya, adakah yang patut kita cintai dengan sepenuh-penuhnya hingga dalam hati tak boleh ada celah yang lain?
Ada donk....
Siapa???
Dia adalah cinta pertama kita! Dialah yang menyematkan rasa cinta kepada hati setiap manusia. Yang telah mengambil persaksian sebelum kita lahir, sebelum ruh kita ditiupkan pada rahim. Dia yang mengilhamkan pada hati untuk senantiasa mencari dan mengenal siapa cinta sejatinya.


Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS. Al A’raf: 172)

Dalam buku Al-Quran Kitab Cinta, Dr. Al Buthy menyatakan ayat diatas adalah pernyataan cinta pertama manusia terhadap Tuhannya yang terjadi langsung antara Allah dengan ruh tanpa perantara alat indra.  Lebih lanjut, Al Buthy menjabarkan bahwa rasa rindu, cemas, sedih, haru, dan perasaan tidak menentu adalah wujud pencarian kalimat cinta tersebut.  Pencarian kita pada pemilik cinta hakiki: Allah.

Catatan: jika kalian sudah mantap dengan cinta ini, dan memenuhkannya dalam hati tanpa menyisakan celah sekecil apapun, maka siap-siap membuang perasaan galau, hakit hati, broken heart, dan kroni-kroninya.
Ciyusss!!

Ya Allah lah sang pemilik cinta hakiki. CintaNya lah yang layak mendapat pembagian nol, yang tak boleh terbagi dengan cinta apapun. Karena hanya dengan memnuhi hati dengan kecintaan pada Allah, kita akan memililki cinta pada makhluk lain tanpa batas. *eh, yang ini juga ciyus lho...!!

Nggak percaya?!
Ok, kita coba urai beberapa...

Analoginya, jika kita mencintai seseorang kita juga pasti akan menuruti semua keinginannya dan mencintai barang-barang pemberiannya. Iya kan?!
Sebagai gambaran, si A cinta banget sama si B.  Jika si B minta anterin ke sekolah tiap hari, si A pasti dengan senang hati melakukannya. Jika si B mau jalan-jalan, si A pasti akan menemaninya. Dan jika si B memberikan suatu barang, pasti si A akan menjaga barang tersebut sepenuh hatinya kan?  Misalnya si B memberikan sebuah akuarium berisi beberapa ekor ikan sebagai bentuk cintanya pada si A. Lalu si B berpesan, kalau ikannya harus dikasih makan 2 jam sekali, akuariumnya harus dibersihkan setiap hari, kacanya harus dilap dengan cairan pembersih, dan sebagainya. Kira-kira apa yang dilakukan si A? Tentu si A akan melakukan semua yang diinginkan si B, dia akan memberi makan ikan setiap 2 jam, membersihkan akuariun, mengelap kaca, dan lain-lain. Pastinya si A akan mencintai ikan-ikan pemberian si B disebabkan cintanya pada si B.

Begitupun kecintaan kita yang penuh dan tak terbagi pada Allah, akan membuahkan kecintaan lain kepada makhluk-makhluknya. Yakni kecintaan pada segala sesuatu yang Allah berikan buat kita. Namun, tentu saja cinta kepada hal lain harus sesuai dengan aturan dan porsi yang ditentukan Allah sebagai muara cinta.
Nah, diantara hal-hal yang udah ditetapkan Allah untuk kita cintai adalah:

·         Cinta pada Allah dan RasulNya
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".” (QS. Ali Imron : 31-32). Cinta pada Allah harus seiring dengan cinta dan ketaatan pada Rasul. Mengapa? Apakah Allah dan Rasul itu sejajar? Tidak! Tapi Allah menurunkan syariah (kententuan-ketentuanNya) melalui risalah Rasul. Kita tidak akan mengenal Allah dan tidak akan sampai pada cintaNya jika tidak mentaati perintah Rasullullah. Artinya bahwa cinta kepada Allah itu adalah sebab kita melakukan, dan risalah Rasulullah adalah parameter keberhasilannya. Semakin sesuai apa yang kita lakukan dengan syariat yang disampaikan Rasul, semakin dekat kita dengan kebenaran cinta yang diinginkan Allah.

·         Cinta pada diri sendiri
Ini wajib narsis maksudnya? Yee..., narsis yang gimana dulu...
Well, tubuh kita adalah ciptaan Allah. Setiap jengkal diri kita adalah juga pemberianNya yang wajib kita jaga. Jadi nggak boleh yang namanya menyakiti diri sendiri, seperti menyayat-nyayat kulit, membentur-benturkan kepala kalau kalau lagi bete, dan sebagainya. Apalagi sampai melakukan tindakan bunuh diri, jelas haram hukumnya dan termasuk dosa besar pada sisi Allah. Ingat penggalan Al Baqarah ayat 185: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Maka jangan pernah menyakiti diri sendiri, apalagi berputus asa dari rahmat Allah dengan cara bunuh diri.
Tapi yang harus kita lakukan sebagai wujud rasa cinta dan syukur padaNya adalah dengan menjaga asupan yang masuk dalam tubuh (pastinya harus halalan thoyibah donk...), bertawadzun atau menjaga kesimimbangan antara kebutuhan jasmani, akal pikiran, dan ruhiyah, merawat kebersihan dan kesehatan diri, serta senantiasa berperilaku baik.

·         Cinta pada orang tua
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)...” (QS. Al Ahqaaf :15) ini adalah aturan Allah yang harus kita laksanakan dengan baik.  Lalu bagaimana jika orang tua kita  malah membatasi kita untuk taat pada Allah? Tentu saja hal itu tidak serta merta menggugurkan kewajiban kita untuk taat pada Allah. Tapi bagaimana kita harus berpegang pada aturan Allah dengan tetap memperlakukan orang tua dengan ucapan dan perbuatan yang baik.

Ada kisah seorang sahabat pada masa Nabi, yang mana ibunya melarang si anak masuk Islam. Si ibu sampai mengancam akan mogok makan sampai anaknya keluar dari ajaran Islam. Tapi apa yang dilakukan sang anak? Dia mengatakan  “Seandainya ibuku memiliki tujuh nyawa, yang kemudian nyawa itu lepas satu persatu di depan mataku, sungguh aku tidak akan keluar dari kalimat tauhid.  Tapi tetap menjadi kewajibanku untuk berbuat baik kepada ibu,” lalu si anak memasakkan bubur dan menyuapi ibunya dengan tangannya sendiri. Subahanallah, ya...
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra : 23)

·         Cinta pada pasangan
Wuih, pembahasannya bakal agak sensi, nih...hehe...  Yah memang Allah telah menjadikan segala sesuatu berpasang-pasangan, baik hewan, tumbuhan, buah-buahan, juga manusia. Namun spesial untuk manusia, pasangan yang dimaksud menurut ketetapan Allah adalah dua orang yang telah terikat dalam sebuah perjajian kuat (akad nikah) >>  ...Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS. An Nisa : 21). Jelas bahwa pasangan yang dimaksud adalah pasangan suami-istri.  Maka hubungan diluar ini tentu bukan dikategorikan sebagai pasangan menurut aturan syariat.

Lalu bagaimana dengan pacar, TTM gebetan, dll...??
Please deh..., kita sedang membahas kecintaan pada Allah yang sepenuh-penuhnya dan tidak terbagi. Jika dalam hatimu masih menyisakan ruang untuk cinta diluar aturan-aturannyaNya, itu bakal mencederai cinta hakiki yang berusaha kita bangun. Ok?! Udah ngerti ya... ^_^

Lanjut...! Bagaimana Allah memposisikan cinta pada pasangan?
“...mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.....” (QS. Al Baqarah : 187) ini adalah gambaran Allah terhadap sepasang suami istri. Dimana seorang suami adalah pakaian bagi istrinya, begitupun sebaliknya bahwa istri adalah pakaian bagi suaminya. Tapi bukan berarti pasangan suami istri dapat berganti-ganti tiap hari kayak baju ya...*eh!
Pakaian...guys! Pakaian...! bukan baju apalagi asesoris! Artinya adalah sesuatu yang selalu melekat di tubuh, ‘n tidak terpisahkan sebagai bagian dari diri kita. Dan nggak lepas pula dari fungsi pakaian sebagai pelindung, penutup kekurangan, mempercantik, memperindah, dan sebagainya. Coba deh, kamu ngaca di cermin, apa yang membuat kamu nampak menawan? Apa yang melindungi kamu dari cuaca panas atau dingin ketika keluar rumah? Pakaian yang kamu pakai kan?
 Nah sama, pasangan suami/istri  kelak (kalau belum punya) seyogyanya dapat membuat setiap orang merasa lebih aman, lebih nyaman, dan lebih terjaga.

Lah terus kalau nggak pacaran, nggak punya gebetan, kapan dong punya pasangannya???
Tanyanya langsung sama Allah ya...: “Ya Allah, kapan ya pasanganku datang?? Please, segerakan ya Allah....”
Plus kalau mau sinyalnya lebih kuat tanyanya di tiap sepertiga ahir malam, bukan pas 14 Pebruari doang...!

Oya, ada lagi... kita memang belum tau siapa pasangan yang ditetapkan Allah buat kita (jika belum ada), dan sebenarnya Allah memberi kebebasan bagi kita menentukan siapa orangnya. Tapi Allah juga menentukan batasan supaya kita tetap dalam rule yang benar dalam aturan cintaNya.  Apa aja sih, syarat-syaratnya?
Pertama : Dari golongan manusia; laki-laki untuk perempuan, dan perempuan untuk laki-laki. 
Ini sesuai dengan firmanNya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar Rum : 21)

Ya iyalah...!! Mungkin bagi beberapa dari kalian persyaratan ini aneh, karena terlalu lumrah.  Tapi pada prakteknya, masih ada saja orang yang keluar dari prinsip ini. Misalnya orang yang menikah dengan bangsa jin, menikah dengan binatang, dan sebagainya. Hal itu jelas keluar dari fitrah yang ditetapkan Allah. Dan perkawinan perkawinan sesama laki-laki atau sesama perempuan juga jelas dilarang.

Syarat kedua: Beriman kepada Allah (bergama Islam) >> “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah 221)

Syarat ketiga: bukan dari golongan pezina... OMG...! adakah syarat yang seperti ini?? Ada dong... “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (QS. An Nuur : 3). Zina yang di maksud adalah tindakan jima’ (bersetubuh) diluar akad nikah yang syariah. Jadi ini bukan masalah perawan nggak perawan, perjaka nggak perjaka.  Tapi ini tentang komitmen kita menjaga kesucian diri dihadapan Allah.  Ayat ini tidak memberi ruang pada ketimpangan gender. Bukan hanya perempuan yang harus menjaga keperawanannya lalu si laki-laki bebas melakukan semaunya. Baik yang laki-laki atau yang perempuan memiliki hak yang sama dimata Allah. Mereka tetap harus mempertanggung jawabkan apa yang mereka lakukan. (tuh, catet!!)
Dan nggak ada larangan dari Allah seorang janda menikahi jejaka atau seorang duda menikah dengan gadis, asal status keduanya suci dimata syara’.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang pernah bezina karena khilaf kemudian bertaubat, apakah mereka tidak lagi berhak mendapatkan paangan yang lebih suci?
Taubat itu adalah permohonan maaf kita pada Allah dengan setulus-tulusnya disertai azam bahwa kita tidak akan melakukan kesalahan itu kembali. Karena dalam QS. An Nuur ayat 5, Allah pun membuka peluang “kecuali orang-orang yang bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Tentu aja asal taubat yang kamu lakukan harus taubatan nasuha, yakni tobat yang sebenar-benarnya bukan taubat asal-asalan, gitu...!!

Diluar ketiga syarat diatas apakah kita tidak boleh menentukan kriteria lain untuk pasangan kita? Bolehlah... mau yang cakep, cantik, ganteng, imut, pinter, tajir, tenar, cetar...up to you. Yang penting jangan keluar dai ketiga syarat itu yah...

·         Cinta pada saudara seiman
Siapa sih saudara seiman? Mereka adalah para muslim dan mukmin di seluruh penjuru dunia. Dibelahan manapun berada, mereka adalah sudara kita. Tentunya saudara yang lebih dekat adalah yang ada di sekitar kita, termasuk kerabat, karib, teman, dan tetangga.  Kata Rasulullah, perumpamaan seorang muslim dengan saudaranya adalah sebagai sebatang tubuh, jika satu bagian sakit pastilah bagain yang lain turut merasakannya. Itulah esensi saudara, jika ada saudara kita saudara kita sedang mengalami sakit atau permasalahan maka sebisa kita membantu meringankan  bebannya.

·         Cinta pada umat non muslim
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka...” (QS. Al Fath : 29)
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu” (QS. At Taubah : 123)
Loh, berarti kita harus memerangi orang non muslim disekitar kita dong..?? Eits, jangan terpancing  emosi dulu.  Keras terhadap orang-orang kafir adalah sikap mempertahankan diri dan tegas dalam menjalankan syariat Allah.  Intinya adalah syariat Allah adalah harga mati, kita harus mempertahankannya. Jika perlu kita lakukan perang untuk mempertahankan itu. Tapi jika orang non muslim tidak berpotensi merusak hukum-hukum Allah, maka kita tetap harus memperlakukan mereka secara santun. 
kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa” (QS At Taubah : 4). Tu kan, sebagai seorang muslim yang bertakwa, kita harus tetap memenuhi hak-hak orang non muslim dan tidak berbuat semena-mena terhadap mereka. Toh, mereka juga makhluk Allah, yang kita tidak pernah tau kapan mereka akan mendapat hidayah.
Hanya saja memang ada batasan-batasan sikap yang harus diterapkan. Misalnya, hendaknya jangan sampai mereka mendominasi dalam hal pengambilan keputusan. Atau janganlah sampai kita memilih mereka sebagai pemimpim orang-orang beriman.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS. Al Maaidah : 57)
·         Cinta pada alam semesta
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 21)
Hamparan langit dan bumi adalah rezeki dari Allah bagi manusia. Tentunya pemberian dan karunia Allah ini harus kita jaga kelestariannya. Karena Allah tidak menyukai mereka yang melakukan kerusakan di muka bumi, Allah menyebutnya sebagai orang yang rugi. “(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al Baqarah : 27)
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Al Baqarah : 60)
Dan sangat banyak ayat-ayat Allah yang melarang kita berbuat kerusakan di muka bumi.

Yee...alhamdulillah, cukup sebagai konsep kasar. Semoga kelak bisa diperhalus sehingga bahasannya lebih dalam... 
Tapi setuju kan, kalau memiliki kecintaan pada Allah dengan cinta yang sepenuh-penuhnya alias tidak terbagi bakal menghasilkan cinta-cinta lain yang tidak terbatas, bahkan cinta pada seluruh alam semesta. Hebat ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar