Rabu, 12 Februari 2014

Aaaakkk....!!! Kita Amnesia!!!

Teringat, ada seseorang menghubungi saya dari saluran telepon, dia menanyakan adakah saran pengisi materi untuk semacam pelatihan pengembangan diri. Saya tanya, "Tema materi yang mau dibawakan apa?" Si penelpon menjawab, "Who Am I, Mbak." Saat itu saya memang tidak bisa banyak memberi solusi, karena selain pemberitahuannya mendadak, tempatnya juga jauh.

Tapi sempat terbersit keingintahuan dalam pikiran, saat tema yang diajukan seorang teman itu kembali terngiang... "Who Am I, Mbak."

Who Am I...??

Beberapa tahun yang lalu, saya pernah menonton film dengan judul yang sama, Who Am I. Kalau tidak salah ingat film itu dibintangi Jackie Chan, mengisahkan tentang orang yang lupa ingatan. Dan sejauh yang saya tau, ungkapan 'who am i' adalah kata yang lazim terucap dari seorang yang sedang mengalami kehilangan memori atau mengalami gangguan daya ingat, yang biasa disebut amnesia.

So, kenapa dijadikan judul pada materi pelatihan?? Tapi kemudian pikiran itu tenggelam ditelan alunan rutinitas keseharian.

Kemudian ketika saya jalan-jalan, kebetulan ada poster seminar pengembangan kepribadian. Iseng saja, say perhatikan dari waktu dan tempat pelaksanaan, pembicara, sampai pada materinya. Who Am I, menjadi salah satu materi dalam seminar itu. Who Am I lagi?!

Saya jadi berpikir lagi, apa perlunya materi Who Am I disiipkan dalam seminar atau pelatihan pengembangan kepribadian. Apakah audiens yang hadir disana sebagian besar pasien amnesia yang pernah lupa ingatan? Atau, si author seminar merasa semakin banyak orang yang berpotensi lupa ingatan sehingga butuh materi who am i sebagai penangkal manakala amnesia tiba-tiba terjadi? Tapi apakah jika eks peserta seminar tiba-tiba amnesia, mereka masih bisa mengingat materi seminar yang pernah diterimanya? Wah saya jadi tambah bingung...

Selasa, 11 Februari 2014

CH : 0 = ~ (hasil ngonsep semalaman)



CH : 0 = ~, dibaca Cinta Hakiki dibagi nol sama dengan tak terhingga. Konsep ini tercetus dan sejalan dengan kaidah ilmu hitung bahwa suatu bilangan yang dibagi ‘0’ (nol) hasilnya tidak terhitung atau memberikan hitungan tidak terhingga. Ketidak-beradaan ukuran hitung dalam simbol ‘0’ (nol) menjadi ajaib jika diposisikan sebagai pembagi bilangan lain.
Jika sebuah bilangan dibagi dengan bilangan asli (selain ‘0’),  hasilnya tentu akan memiliki nilai lebih kecil dari bilangan sebelumnya. Misalnya:
8 : 2 hasilnya 4  (empat memiliki nilai lebi kecil dari delapan)
9 :  3 hasilnya 3
6 : 6 hasilnya 1; semua bilangan yang dibagi dengan bilangan lain akan menghasilkan bilangan yang lebih kecil. Tapi tidak dengan ‘0’.
8 : 0 hasilnya...??

Dalam hitungan pembagian, ada konsep semakin kecil bilangan pembagi  akan semakin besar nilai hasilnya, contoh:
8 : 4 hasilnya  2
8:  2 hasilnya  4
8 : 1 hasilnya  8
Lalu, jika  8 : 0 berapa hasilnya...? tentunya lebih besar dari 8, tapi berapa...?

Konsep lain, adalah:
0 : 0 = n , maka  n x 0 = 0
Berapa nilai n?  Bukankah setiap bilangan yang dikali 0 hasilnya 0, maka nilai n adalah semua nilai bilangan atau tak terhingga.

Maka ilmu hitung menyatakan, pembagian bilangan nol menghasilkan sesuatu yang tak terdefinisi atau hasil yang tidak terhingga.

Ternyata konsep ini dapat kita terapkan  pada kehidupan nyata, yakni sebagai penentu ukuran cinta.  Adakalanya orang bingung menentukan bagaimana membagi cinta kepada orang tua, sahabat, teman, ataupun pasangan, sedangkan setiap orang hanya memiliki satu hati. Lantas bagaimana membagi cinta yang bersemayam dalam satu hati itu pada orang-orang disekeliling kita?
Jawabannya adalah: bagi cintamu dengan bilangan 0!
Sederhananya, membagi cinta dengan 0 adalah mencintai sepenuh-penuhnya.  Cinta dibagi nol adalah cinta yang tidak terbagi. Yakni memenuhi hati dengan cinta yang utuh sehingga tidak ada celah untuk pembagian yang lain. Jadi orientasi hati kita hanya pada cinta itu.
Apakah lalu kita tidak bisa mencintai hal yang lain?
Kembali pada konsep pembagian  nol, bahwa sesuatu yang dibagi ‘0’ akan mengasilkan hitungan tak terhingga, maka cinta dibagi ‘0’ akan menghasilkan cinta yang tak terhingga pula.
Jika konsep ini dapat teraktivasi, kita akan bisa mencintai apapun dan siapapun tanpa batas.     
Pertanyaan selanjutnya, adakah yang patut kita cintai dengan sepenuh-penuhnya hingga dalam hati tak boleh ada celah yang lain?
Ada donk....
Siapa???
Dia adalah cinta pertama kita! Dialah yang menyematkan rasa cinta kepada hati setiap manusia. Yang telah mengambil persaksian sebelum kita lahir, sebelum ruh kita ditiupkan pada rahim. Dia yang mengilhamkan pada hati untuk senantiasa mencari dan mengenal siapa cinta sejatinya.